Kisah menarik sman1 Tumpang
Di SMANETA, Juga Ada Cerita Serem, Lho!
Perjalanan panjang gedung SMA Negeri 1 Tumpang, yang kini lebih beken disebutSMANETA – koq selalu berubah-ubah ya: dariSMANTUMP, terus SMANTUM (tanpa P), muncul lagi SMAGITA (satu paket dengan Palm@gita), SMANET, terakhir SMANETA (ada tambahan huruf A) – yang di Malangsuko, awal-awal berdirinya penuh dengan cerita misteri.
Bisa jadi karena di awal 80-an itu suasana di lokasi gedung sekolah tersebut masih dikelilingi oleh perkebunan tebu dan rumpun bambu, sehingga kalau sudah jam 4 sore – dulu, masih ada yang masuk siang – suasana kelas menjadi singup (bahasa Indonesia-nya apa ya?) dan terkesan gimanaaa…gitu (apalagi kalo musim hujan dan listrik padam.., aduuh.. seyeeeem…!!!).
Nah.., ada satu cerita serem yang dialami olehPak Temun – Tukang Kebun SMANETA di tahun 80-an, mudah-mudahan sekarang belum pensiun ya Pak, hehehe… – di belakang kelas deretan atas, paling ujung kanan (ndak tau deh, dulu itu sering dihuni anak-anak kelas III A3-3).Begini ceritanya :
Di suatu hari Minggu, saat matahari jam 1 siang lagi terik-teriknya, Pak Temun berinisiatif memotong pucuk-pucuk bambu yang menjuntai di genteng kelas paling ujung tersebut (itu lho, deretannya Ruang OSIS, tetapi paling ujung sendiri). Kebetulan disitu rumpun bambu dari luar pagar sudah begitu rimbun dan menjuntai ke atap gedung sekolah. Menurut Pak Temun, sekalian kerja sambil ngadem.
Begitu tangga dipasang menghadap pohon bambu, Pak Temun langsung naik tangga sambil membawa golok dan memakai sepatuboot kesayangannya. Sampai di anak tangga ke-3 dari atas, Pak Temun berhenti dan mulai mengayunkan goloknya ke rerimbunan bambu tersebut. Astaghfirullah.., begitu golok mengenai bambu, pada saat bersamaan kaki Pak Temun (yang terbalut sepatu boot) ada yang mencengkeram dan menarik ke bawah. Secara reflek Pak Temun teriak dan menoleh ke belakang. Tidak ada apa-apa!
Karena kakinya – yang bekas cengkeraman tadi terasa perih – Pak Temun buru-buru turun dari tangga dan lari sekuat tenaga ke arah toilet (parkiran sepeda) sambil meninggalkan tangga dan goloknya. Barulah ketika sampai di depan toilet Pak Temun berhenti (nafasnya hampir habis, hehehe…) dan jongkok sambil membuka sepatu boot-nya. Betapa kagetnya, di betis kakinya ada bekas cakaran kuku empat baris yang mengeluarkan darah. Aneh, bagaimana mungkin sepatu boot-nya utuh, tetapi kakinya terkena cakaran? (udah.., udah.., ndak usah dilanjutkan. Bayangkan sendiri apa dan siapa pelakunya ya..?!).
Nah, sejak saat itu Pak Temun tidak pernah mau membersihkan rimbunan bambu di atas kelas paling pojok tersebut, kecuali ditemani oleh rekan-rekan tukan kebun yang lain. Untuk adik-adik yang saat ini masih aktif sebagai siswa, kalau masuk ke kelas tersebut, sambil mengingat-ingat cerita ini ya, hiii…hiii… hiii…hiii..hiii….
Bisa jadi karena di awal 80-an itu suasana di lokasi gedung sekolah tersebut masih dikelilingi oleh perkebunan tebu dan rumpun bambu, sehingga kalau sudah jam 4 sore – dulu, masih ada yang masuk siang – suasana kelas menjadi singup (bahasa Indonesia-nya apa ya?) dan terkesan gimanaaa…gitu (apalagi kalo musim hujan dan listrik padam.., aduuh.. seyeeeem…!!!).
Nah.., ada satu cerita serem yang dialami olehPak Temun – Tukang Kebun SMANETA di tahun 80-an, mudah-mudahan sekarang belum pensiun ya Pak, hehehe… – di belakang kelas deretan atas, paling ujung kanan (ndak tau deh, dulu itu sering dihuni anak-anak kelas III A3-3).Begini ceritanya :
Di suatu hari Minggu, saat matahari jam 1 siang lagi terik-teriknya, Pak Temun berinisiatif memotong pucuk-pucuk bambu yang menjuntai di genteng kelas paling ujung tersebut (itu lho, deretannya Ruang OSIS, tetapi paling ujung sendiri). Kebetulan disitu rumpun bambu dari luar pagar sudah begitu rimbun dan menjuntai ke atap gedung sekolah. Menurut Pak Temun, sekalian kerja sambil ngadem.
Begitu tangga dipasang menghadap pohon bambu, Pak Temun langsung naik tangga sambil membawa golok dan memakai sepatuboot kesayangannya. Sampai di anak tangga ke-3 dari atas, Pak Temun berhenti dan mulai mengayunkan goloknya ke rerimbunan bambu tersebut. Astaghfirullah.., begitu golok mengenai bambu, pada saat bersamaan kaki Pak Temun (yang terbalut sepatu boot) ada yang mencengkeram dan menarik ke bawah. Secara reflek Pak Temun teriak dan menoleh ke belakang. Tidak ada apa-apa!
Karena kakinya – yang bekas cengkeraman tadi terasa perih – Pak Temun buru-buru turun dari tangga dan lari sekuat tenaga ke arah toilet (parkiran sepeda) sambil meninggalkan tangga dan goloknya. Barulah ketika sampai di depan toilet Pak Temun berhenti (nafasnya hampir habis, hehehe…) dan jongkok sambil membuka sepatu boot-nya. Betapa kagetnya, di betis kakinya ada bekas cakaran kuku empat baris yang mengeluarkan darah. Aneh, bagaimana mungkin sepatu boot-nya utuh, tetapi kakinya terkena cakaran? (udah.., udah.., ndak usah dilanjutkan. Bayangkan sendiri apa dan siapa pelakunya ya..?!).
Nah, sejak saat itu Pak Temun tidak pernah mau membersihkan rimbunan bambu di atas kelas paling pojok tersebut, kecuali ditemani oleh rekan-rekan tukan kebun yang lain. Untuk adik-adik yang saat ini masih aktif sebagai siswa, kalau masuk ke kelas tersebut, sambil mengingat-ingat cerita ini ya, hiii…hiii… hiii…hiii..hiii….
Komentar
Posting Komentar